Masalah jangan dijadikan beban,sebab dengan masalah kita lebih dewasa dalam menghadapi hidup ini

Jumat, 15 Juni 2012

Pemikiran Emile Durkheim


PEMIKIRAN EMILE DURKHEIM
TENTANG
FAKTA SOSIAL
Kata ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis Emile Durkheim dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim (dan para pengikutnya) ketika dalam meneliti masyarakat antara lain (Ritzer 2000:73) mengatakan struktur sosial, norma kebudayaan, dan nilai sosial yang dimasukan dan dipaksakan (koersi) kepada pelaku sosial.
Durkheim bertujuan agar sosiologi memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris. Durkheim mengemukakan tiga karakteristik fakta sosial yang berbeda.
Pertama, gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Sesudah memberikan contoh mengenai fakta sosial itu (bahasa, sistem moneter, norma-norma profesional, dll) Durkheim menegaskan bahwa "Ini merupakan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar kesadaran individu".
Kedua, bahwa fakta sosial itu memaksa individu. Jelas bagi Durkheim bahwa individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Seperti yang Durkheim katakan : "Tipe-tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri". Ini tidak berarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya.
Karakteristik fakta sosial yang ketiga, adalah bahwa fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini. Durkheim ingin menegakkan pentingnya tingkat sosial dari pada menarik kenyataan sosial dari karakteristik individu.
Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu."
Dalam sudut pandang Durkheim, sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'. Oleh karena itu, tugas dari para ahli sosiologi adalah mencari hubungan antara fakta-fakta sosial dan menyingkapkan hukum yang berlaku. Setelah hukum dalam struktur sosial ini ditemukan, baru kemudian para ahli sosiologi dapat menentukan apakah suatu masyarakat dalam keadaan 'sehat' atau 'patologis' dan kemudian menyarankan perbaikan yang sesuai.
















PEMIKIRAN MAX WEBER
TENTANG
TINDAKAN SOSIAL
Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tinda'can rasional dan yang nonrasional. Singkatnya, tindakan rasional (menurut Weber) berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tinda'can itu dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan nonrasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.
Tipe-Tipe Tindakan Sosial
1.      Tindakan Rasional Instrumental
Tindakan ini dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini yang paling tinggi rasionalitasnya. Meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Individu memilikii berbagai tujuan yang harus dilakukan.
 Berdasarkan kriteria tertentu, ia memilih satu diantara banyak tujuan yang kadang-kadang saling bersaing. Sebagai contoh, seorang anak yang ingin menjadi pemain sepak bola memilih membeli sepatu sepak bola untuk berlatih dari pada membeli mainan.
2.      Tindakan Rasipnal yang Berorientasi Nilai
Tindakan ini dilakukan seseorang yang didasari oleh nilai-nilai dasar dalam
masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya.
 Nilai-nilai akhir bersifat nonrasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana yang harus dipilih. Contohnya, tindakan-tindakan yang bersifat religius.
3.      Tindakan Tradisional
Tindakan ini dilakukan atas dasar kebiasaan, adat istiadat yang turun temurun tanpa. Tindakan ini biasa dilakukan pada masyarakat yang hukum adat masih kental, sehingga dalam melakukan tindakan ini tanpa mengkritisi dan memikirkan terlebih dulu. Walaupun bila dipikir ulang sebenarnya tidak masuk akal. Ini merupakan tindakan yang nonrasional. Contohnya, di masyarakat Jawa adat adat mitoni yaitu upacara yang dilakukan dalam bulan ke tujuh usia kandungan pertama seorang istri. Ini dilakukan agar diberi keselamatan pada saat kelahiran nanti.
Seperti yang telah saya ungkapkan di atas, tindakan tersebut tidak masuk akal. Tapi itu karena sudah menjadi kebiasaan atau tradisi, maka masyarakat tetap ada yang mau melakukan.
4.      Tindakan Afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan, atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Misalnya saja sese orang begitu mendengar cerita yang menyedihkan, ia sampai menitikkan air mata.







DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Paul D. 1994. Teori Sosiologi: Klasik dan Modern, Jilid I dan II. (Terj. Robert M.Z. Lawang). Jakarta : Gramedia.
Soerjono Soekanto. 1998. Sosiologi Suatu Pengentar. Jakarta : Rajawali.
Kamanto Sunarto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta : LPFEUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar