PEMIKIRAN EMILE
DURKHEIM
TENTANG
FAKTA SOSIAL
Kata ini pertama kali
diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis Emile Durkheim dan banyak
mempengaruhi analisa Durkheim (dan para pengikutnya) ketika dalam meneliti
masyarakat antara lain (Ritzer 2000:73) mengatakan struktur sosial, norma
kebudayaan, dan nilai sosial yang dimasukan dan dipaksakan (koersi) kepada
pelaku sosial.
Durkheim bertujuan agar sosiologi
memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara ilmu yang lain. Ia
berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang
unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris.
Durkheim mengemukakan tiga karakteristik fakta sosial yang berbeda.
Pertama,
gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Sesudah memberikan contoh
mengenai fakta sosial itu (bahasa, sistem moneter, norma-norma profesional,
dll) Durkheim menegaskan bahwa "Ini merupakan cara bertindak, berfikir,
dan berperasaan yang memperlihatkan sifat patut dilihat sebagai sesuatu yang
berada di luar kesadaran individu".
Kedua, bahwa fakta sosial
itu memaksa individu. Jelas bagi Durkheim bahwa individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan,
didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh berbagai tipe fakta
sosial dalam lingkungan sosialnya. Seperti yang Durkheim katakan :
"Tipe-tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang
karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu
sendiri". Ini tidak berarti bahwa individu itu harus mengalami paksaan
fakta sosial dengan cara yang negatif atau membatasi seperti memaksa seseorang
untuk berperilaku yang bertentangan dengan kemauannya.
Karakteristik fakta sosial
yang ketiga, adalah bahwa fakta itu
bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam satu masyarakat. Dengan kata
lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama, bukan sifat individu perorangan.
Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu.
Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu
merupakan hasil dari sifat kolektifnya ini. Durkheim ingin menegakkan
pentingnya tingkat sosial dari pada menarik kenyataan sosial dari karakteristik
individu.
Dalam buku Rules of Sociological
Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik
tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi
seorang individu."
Dalam sudut pandang Durkheim,
sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'. Oleh karena itu, tugas
dari para ahli sosiologi adalah mencari hubungan antara fakta-fakta sosial dan
menyingkapkan hukum yang berlaku. Setelah hukum dalam struktur sosial ini
ditemukan, baru kemudian para ahli sosiologi dapat menentukan apakah suatu
masyarakat dalam keadaan 'sehat' atau 'patologis' dan kemudian menyarankan
perbaikan yang sesuai.
PEMIKIRAN MAX WEBER
TENTANG
TINDAKAN SOSIAL
Rasionalitas
merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe
tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tinda'can
rasional dan yang nonrasional. Singkatnya, tindakan rasional (menurut Weber)
berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tinda'can itu
dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan
nonrasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain.
Tipe-Tipe Tindakan Sosial
1. Tindakan Rasional Instrumental
Tindakan ini
dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan
tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini yang paling tinggi rasionalitasnya.
Meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan dan
alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Individu memilikii berbagai
tujuan yang harus dilakukan.
Berdasarkan kriteria tertentu, ia memilih satu
diantara banyak tujuan yang kadang-kadang saling bersaing. Sebagai contoh,
seorang anak yang ingin menjadi pemain sepak bola memilih membeli sepatu sepak
bola untuk berlatih dari pada membeli mainan.
2.
Tindakan Rasipnal yang Berorientasi Nilai
Tindakan ini
dilakukan seseorang yang didasari oleh nilai-nilai dasar dalam
masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya.
masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya.
Nilai-nilai akhir bersifat nonrasional dalam
hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai
tujuan-tujuan mana yang harus dipilih. Contohnya, tindakan-tindakan yang
bersifat religius.
3.
Tindakan Tradisional
Tindakan ini
dilakukan atas dasar kebiasaan, adat istiadat yang turun temurun tanpa.
Tindakan ini biasa dilakukan pada masyarakat yang hukum adat masih kental,
sehingga dalam melakukan tindakan ini tanpa mengkritisi dan memikirkan terlebih
dulu. Walaupun bila dipikir ulang sebenarnya tidak masuk akal. Ini merupakan
tindakan yang nonrasional. Contohnya, di masyarakat Jawa adat adat mitoni yaitu
upacara yang dilakukan dalam bulan ke tujuh usia kandungan pertama seorang
istri. Ini dilakukan agar diberi keselamatan pada saat kelahiran nanti.
Seperti yang
telah saya ungkapkan di atas, tindakan tersebut tidak masuk akal. Tapi itu
karena sudah menjadi kebiasaan atau tradisi, maka masyarakat tetap ada yang mau
melakukan.
4.
Tindakan Afektif
Tipe tindakan
ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau
perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap
seperti cinta, kemarahan, ketakutan, atau kegembiraan, dan secara spontan
mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan
tindakan afektif. Misalnya saja sese orang begitu mendengar cerita yang
menyedihkan, ia sampai menitikkan air mata.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Paul D. 1994. Teori
Sosiologi: Klasik dan Modern, Jilid I dan II. (Terj. Robert M.Z. Lawang).
Jakarta : Gramedia.
Soerjono Soekanto. 1998.
Sosiologi Suatu Pengentar. Jakarta : Rajawali.
Kamanto Sunarto. 2000. Pengantar
Sosiologi. Jakarta : LPFEUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar