Masalah jangan dijadikan beban,sebab dengan masalah kita lebih dewasa dalam menghadapi hidup ini

Minggu, 03 Juni 2012

Makalah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Media massa,khususnya televisi(TV) telah memasyarakat. menurut KBBI (200:919) televisi adalah pesawat sistem penyiaran gambar objek yang bergerak yang di sertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya(gambar) atau bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat di dengar ,di gunakan untuk penyiaran pertunjukan, berita dan sebagainya.
 Televisi sebagai media informasi mempunyai dampak negatif dan dampak positif bagi masyarakat .dampak negatif dan dampak positif tersebut berkaitan dengan program acara yang di buat oleh orang –orang yang terlibat dalam pembuatan acara televisi. dampak negatif yang di sebabkan oleh program acara televisi lebih menonjol daripada dampak positifnya.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini  “Menulis Televisi”
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan ini adalah untuk mendekskpsikan tentang Menilis Televisi
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentag Menulis Televisi
2.      Bagi pembaca sebagai bahan informasi untuk mengethui lebih jauh penulisan televisi
3.      Bagi program stasiun Televisi sebagai bahan masukan dalam rangka mengevaluasipelaksanaan pemberitaan yang akan datang.
1.5 Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas tentang “Kode Etik Televisi.


























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kode Etik Televisi
2.1.1 Prinsip jurnalistik
Pada pasal 9 dikemukakan dua hal. Pada ayat (1) ditegaskan, lembaga penyiaran harus menyajikan informasi dalam program faktual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan dan ketidakberpihakkan (imparsialitas). sedangkan pada pasal (2) dinyatakan,lembaga penyiaran wajib menggunakan bahasa indonesia yang baku baik tertulis maupun lisan,khususnya dalam program berita berbahasa indonesia. Terkadang dan televisi punya kewajiban dan tanggung jawab moral serta profesional untuk selalu menggunakan bahasa jurnalistik yang benar dan baik. Televisi sebagai mediayang paling banyak pemirsanya dan paling lama ditonton dibandingkan dengan media massa lain,mengemban fungsi edukasi kebangsaan yang harus dilaksanakan secara konsisten.
2.1.2 Akurasi
Dalam program faktual lembaga penyiaran bertanggung jawab menyayikan informasi yang akurat. Sebelum menyiarkan fakta, lembaga penyiaran harus memeriksa ulang keakuratan dan kebenaran materi siaran.Bila lembaga penyiaran yang belum dapat memperoleh informasi dari pihak yang belum dapat dipastikan kebenaranya, lembaga penyiaran harus menjelaskan kepada pihak khalayak bahwa informasi itu versi berdasarkan sumber tertentu tersebut.
            Ketentuan ini menekankan betapa media televisi harus di kelola oleh tenaga-tenaga profesional yang tunduk kepada kaidah yang yuridis dan kode etik.Mereka tidak boleh didikte oleh kekuatan pemilik modaltetapi kemudian melupakan tanggung jawab moral sosialnya. Mereka memiliki hati nurani kreatif dan inovatif yang bermanfaatkan bagi masyarakat. Televisi sebagai lembaga mainan, seisap pesan  yang disiarkannya harus benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Masyarakat kita sudah kritis informasi yang tidak akurat apalagi yang menyesatkan, harus dibuang jauh-jauh dari program televisi dan media massa lainnya.
Pada ayat keempat, kelima, dan keenam, ditekankan tentang sumber materi siaran, tentang verifikasi, dan tentang kewajiban koreksi. Bunyi ketiga ayat tersebut sebagai berikut” bila lembaga penyiaran menggunakan materi siaran yang di peroleh dari pihak lain,misalnya dari kantor berita asing, lembaga penyiaran wajib menjelaskan identitas sumber materi siaran tersebut, kepada khalayak. saat siaran langsung lembaga penyiran harus waspada terhadap kemungkinan nara sumber melontarkan pernyataan tanpa bukti atau belum bisa di pertanggung jawabkan kebenaranya, dan pembawa acara harus melakukan verifikasi atau meminta penjelasan lebih lanjut tenteng fakta yang disampaikan narasumber atau persiapan tersebut.lembaga penyiaran wajib segera menyiarkan koreksi apabila mengetahui telah menyajikan informasi yang tidak akurat”.
2.1.3 Adil
Tema ayat tertuang dalam pasal 11 yang meliputi 6 ayat. karena semua relevan, maka keenam ayat itu kita kutip dan dibahas di sini. ayat pertama, kedua, ketiga, masing-masingberbicaratentang informasi tidak lengkap, potongan gambar dan suara, dan tentang kewajiban memberi penjelasan kepada khalayak saat pengambilan potongan gambar dan suara. Berikut ketiga ayat tersebut “lembaga penyiaran hartus menghindari penyajian infor,masi yang tidak lengkap dan tidak adil. Penggunaan potongan gambar dan potongan suara dalam sebuah acara yang sebenarnyaberasaldari program lainharus ditempatkan dalam konteks yang tepat dan adilserta tidak merugikan pihak-pihakyang menjadi subyek pemberitaan. Bila sebuah program potongan gambar atau potongan suara yang bereasal dari acara lain, lembaga penyiaran wajib menjelaskan waktu pengambilan potongan gambar atau potongan suara tersebut.”
Ketentuan pada ketigaayat tersebut hendak menegaskan beberapa hal. Pertama tabu hukumnya bagi televisi untuk menyiarkan informasi yang tidak lengkap, apalagi kalau informasi itutidak adil. Kedua, televisi harus bekerja secara hati-hati serta proporsional.Pesan yang disiarkan harusdilihat dalam sudut pandang yang jernih-jernih. Artinaya tidak ada niat tersembunyiyang tidak elok dan patut.
 Ketiga, televisi harus jujur pada dirinya dan terhadap khalayak pemirsa. Ayat keempat, kelima, dan keenam, masing-masing berbicara tentang penyebutan terhadap orang-orang yang berperkara dalam hukum, kewajiban menyanarkan identitas tersangka, dan kewajiban media televisi menyiarkan hak jawab seseorang yangmerasa dirugikan akibat tayangan suatu program acara. Beriku bu nyi ayat keempat, kelima dan keenam tersebut “dalam pemberitaankasus kriminalitas dan hukum lembaga penyiaran harus menyamarkan identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas. Jika sebuah program acara memuat informasi yang mengundang kritik yang menyerang atau merusak citra seseorang atau sekelom pok orang. Pihak lembaga penyiaran wajib menyediakan kesempatan dalam waktu yang pantas dan setara bagi pihak yang dikritik untuk memberikan komentar atau argumen balik terhadap kritikan yang diarahkan kepadanya.”
2.1.4 Tidak berpihak (netral)
Tema tentang tidak berpihak, tertuang dalam pasal 12 yang mencakup tiga ayat. Dari tiga ayat itu, dua ayat diantaranya kita kutip dan bahas di sini. Ayat pertama berbicara tentang fakta objektif, ayat kedua menyinggung indenpendensi pimpinan redaksi dan tanpa tekanan. Ketika menyiarakan suatu berita. Bunyi kedua ayat itu sebagai berikut “Pada saat menyajikan isu-isu kontroversial yang menyangkut ketentuan publik, lembaga penyiaran harus menyajiakan berita faktadan opini secara objektif dan secara berimbang.”
Pimpinan redaksi harus memiliki indenpendensi untuk menyajikan berita dengan objektif, tanpa memperoleh tekanan dari pihak pimpinan, pemodal atau pemilik lembaga penyiaran. Ketentuan pada kedua ayat ini hendak mengingatkan beberapa hal supaya senantiasa dijadikan ruijukan oleh para pengelola televisi terutama reporter dan editor. Pertama, dalam hal apa pun, kapan pun, dimana pun, dan terhadap siapa pun. Media televisi harus tetap objektif dan berimbang. Kedua pemimpinan redaksi, haruslah orang yang memiliki kapasitas dan integritas tinggi. Hanya dengan demikian, dia atau mereka tidalk akan pernah tunduk pada tuntutan yang berada di luar koridoir profesi, idealisme, dan intergritas dirinya.
2.1.5 Privasi
Pembahasan tentang privasi hanya dituangkan dalam satu pasal sebagaimanaterdapat dan privasi (atas kehidupan pribadi dan ruang pribadi) subyek dan objek berita. Pasal ini sejalan dengan poendapat pakar hukumOemar Seno Adji tentang kemerdekaan pers dalamsalah satu karya klasiknya, Media Massa dan Hukum (1977). Kemerdekaan pers, tulis Oemar, harus diartikan sebagai kemerdakaan untuk mempunyai dan menyataka pendapat dan bikan kemerdekaan untuk memperoleh alat-alat dari ekspresian seperti dikemukakan oleh negara-negara sosialis. Kebebasan dalam lingkungan batas-batas tertentu dengan syarat-syarat limitif dalam. Seperti oleh hukum nasional, hukum internasional, dan ilmu hukum. Kemerdekaan pers dibimbing oleh rasa tanggung jawab, dan membawa kewajiban-kewajiban ( Adji, 1977:102-104 dalam Sumadina, 2005: 128).
2.1.6 Pencegatan
Ketentuan tentang pencegatan dituamngkan dalam pasal 22 tanpa dijabarkan dalam ayat-ayat. Bunyinya sebagai berikut “pencegatan adalah tindakan menghadang nara sumber tanpa perjanjian untuk ditanya atau diambil gambarnya. Dalam hal ini, l;embaga penyiaran harus mengikuti ketentuan sebagai berikut. Lembaga penyiaran hanya dapat melakukan pencxegata diruang publik. Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan selama itu tidak melibatkan upaya memaksa atau mengintimidasi narasumber. Lembaga penyiaran harus menghormati untuk tidak menjawab atau tidak berkomentar. “
Jelas sudah ketentuan ini sangat menuntut kesungguhan profesionalismedan sikap etis kalangan jurnalis. Tanpa pemahaman sekaligus pengamatan atas profesionalisme dan kode etik jurnalistik secara taat asas (konsisten), ketentuan inmi akan cenderung akan selalu dilanggar oleh para jurnalis. Apalagi tingkat persainagn antar media, terutama media informasi hiburan televisi (television infotaiment), dewasa oini sangat keras tajam.Berdasarkan hasil survei, tayangan jes ini ternyatadisukai pemiras, walau materi isinya banyak yang masuk dalam kategori “ramah-tamah.” seorang pakar komunikasi dari bandung bahkan menyebutnya sebagai informasi sampah.
2.1.7 Eksploitasi Seks
Eksploitasi tertuang dalam pasal 44 yang mencakup empat ayat. Dari empat ayat itu tiga ayat diantaranya kita kutip dan bahas di sini. Ayat pertama menyinggung tentang lagiu dan klik bermuatan seks, ayat kedua berkaitan dengan tarian atau lirik sensual, dan ayat ketiga mempersoalakan adegan atau lirik yang bernada merendahlkan perempuan. Bunyi ketiga ayat tersebutsebagai berikut “lembaga penyiaran dilarang menyiarkan lirik lagu dan klik video yang berisikan lirik bermuatan seks, baik secara eksplesit maupun implisit. lembaga penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian dan lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual atau memberikan kesan hubungan seks. Lembaga penyiaran dilarang program adegan dan atau lirik yang dipandang merendahkan perempuan menjadi sekedar objek seks.”
Dalam buku lain, ia menegaskan, seks di seluruh dunia sudah menjadi komoditas industri. Seks dalam segala dimensi dan implikasi, dieksploitasi habis-habisan oleh industri media. Berbagai dalil dan argumen dikemukakan, antara lain sudah dianggap wilayah sosial yang boleh dibicarakan atau bahkan ditonjolkan secara terbuka dan di ruang-ruang terbuka pula.
2.1.8 Kata-kata kasar dan makian
Ketentuan dan kata-kata kasar dan makian tertuang dalam pasal 52 yang mencakup dua ayat-ayat pertama tentang penggunaan kata-kata kasar, dan ayat kedua mengenai cakupan bahasa yang menyiarakan kata-kata kasar dan makian itu, baik secara verbal maupun nonverbal. bunyi kedua ayat tersaebut sebagai berikut “lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok, musium, cabul, fulgar, serta menghina agama dan tuhan. kata-katakasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan sevcara verbal maupun nonverbal.”





























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Munculnya media televisi sebagai media elektronik memberi pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat saat ini. Televisi adalah bagian yang men yatu dengan kehidupan sehari-hari dan menjadi sumber umum utama dari sosiolisasi dan informasi bagi masyarakat.
3.2 Saran
Pada penulisan makalah ini saya mengajukan kepada seorang penulis atau jurnalis diharapkan dalam penulisan berita, diharapkan harus patuh dalam kode etik yang telah ditetapkan oleh UU jurnalis. Juga harus dicantumkan secara lengkap untuk menghindari adanya kaum-kaum yang tidak bertanggung jawab.



 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar